Mesin tetas atau penetas telur unggas yang umum digunakan masyarakat pedesaan mempunyai disain dan konstruksi yang sangat sederhana. Dengan segala kelebihan dan kekurangan yang melekat pada desain tersebut, mesin ini tergolong mudah dan murah pembuatannya. Tidak harus tukang kayu profesional yang harus melakukan, bahkan seorang anak ABG-pun bisa membuatnya, demikian kelakar salah satu pelaku penetasan amatir.
Dengan menerapkan peralatan kontrol suhu atau thermocontrol yang bagus, alat sederhana ini akan menjadi sangat efektif sebagai mesin penetas dengan tingkat keberhasilan yang relatif tinggi. Hal ini dialami oleh berbagai kalangan yang telah mempraktekkannya.
Kebanyakan dari mereka yang mencoba bukanlah peternak profesional dan paham benar tentang perunggasan. Namun dengan sedikit belajar dan bertanya pada beberapa kalangan perunggasan, dengan memakai inkubator penetas sederhana buatan mereka sendiri, mereka mengalami keberhasilan yang luar biasa. Bahkan beberapa kalangan peternak profesional sampai tidak percaya dengan keberhasilan mereka.
Rahasia dari keberhasilan ini terletak pada penerapan alat kontrol temperatur yang presisi dan sangat responsif mempertahankan kestabilan temperatur dalam ruang inkubator, bahkan untuk inkubator yang dibuat oleh amatir sekalipun. Untuk mendapatkan peralatan ini bukanlah hal yang sulit sekarang ini karena peralatan yang biasanya dipakai alat penetas besar dan mahal ini bisa didapatkan dengan harga yang sangat murah, mulai dari Rp. 120.000,- sampai dengan 450.000,- (Hubungi nomor telepon dibawah untuk mendapatkannya).
Terlepas dari tampilan thermocontrol, apakah itu yang mempunyai display digital (seven segment atau LCD) maupun tidak, fluktuasi hasil dari pengaturan alat tersebut yang menjadi kuncinya. Dengan fluktuasi dibawah 0,5 derajad celcius dengan respon update kurang dari satu detik, maka satu sisi penting dari sistem penetasan telah dapat dipenuhi.
Namun demikian ada beberapa acuan yang harus diperhatikan dalam menerapkan teknologi thermocontrol pada alat penetas sederhana, utamanya penempatan sensor dari kontrol. Hal ini tidak terlepas dari kekurangan dari konstruk box penetas sederhana, yaitu kurang meratanya perambatan panas pada berbagai area yang berbeda dari ruang inkubator. Ilustrasi dibawah ini menunjukkan hal tersebut.
to be continued .........